Masih segar dalam ingatan kita, kasus kebakaran kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang terjadi awal Januari 2013 lalu, kini kita kembali tercengang dengan kebakaran yang melanda kantor Sekretariat Negara kompleks istana kepresidenan kamis malam kemarin. Penyebab kebakaran ini masih dalam tahap olah TKP dan penyelidikan pihak berwajib. Meskipun sejauh ini, tidak menimbulkan korban jiwa manusia, namun bencana kebakaran yang begitu kerap melanda gedung – gedung perkantoran menimbulkan kerugian materi yang tidak sedikit. Akibat dari kebakaran ini, muncul berbagai macam opini yang berkembang mulai dari para pengamat intelektual sampai masyarakat awam tentang system kegawat daruratan gedung – gedung perkantoran yang ada. Selain itu, dari dokumentasi kejadian kebakaran di kantor secretariat Negara kemarin, ada beberapa fenomena menarik yang sungguh mesti menjadi bahan pencermatan dalam system protocol tindak darurat kebakaran. Beberapa pemberitaan media massa baik online maupun cetak mengkritisi system protocol tindak darurat kebakaran istana Negara. Contoh yang paling nyata adalah Bapak Susilo Bambang Yudhoyono Presiden R.I dan ibu Negara Ani Yudhoyono serta pejabat – pejabat menteri terlihat mendekati lokasi tempat kebakaran terjadi. Selain itu, Nampak kepanikan yang luar biasa dari perilaku para pejabat Negara yang ada di kompleks istana Negara. Sebagai bentuk pembelajaran dari kejadian kebakaran yang kerap terjadi apalagi kompleks istana Negara, kami ingin mengurai beberapa pandangan dari sudut dan cara pandang keselamatan kerja. Sesungguhnya berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di Negara kita, rencana tindak darurat kebakaran telah diatur secara lugas dan cermat pada Undang – Undang No. 28 tahun 2002, bangunan gedung pasal 19 mengenai pengamanan terhadap bahaya kebakaran dan juga Keputusan menteri Negara pekerjaan umum no. 11/KPTS/2000, ketentuan teknis manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan, BAB IV manajemen penanggulangan kebakaran bangunan gedung. Internalisasi prosedur/ rencana tanggap darurat kebakaran Saya sepenuhnya yakin dan percaya setiap gedung baik pemerintahan maupun swasta telah memiliki yang namanya prosedur/ rencana tanggap darurat kebakaran. Namun yang sering terjadi adalah prosedur tersebut kadang kala hanya dianggap “pelengkap”. Olehnya itu, perlu upaya yang sistematis dan terorganisir dengan baik dan rutin dalam melakukan internalisasi prosedur/ rencana tanggap darurat kebakaran. Proses internalisasi ini harus menjangkau semua elemen mulai dari posisi manajemen yang tertinggi sampai tingkat level pekerja yang terendah di lingkungan gedung tersebut. Proses internalisasi dimulai dengan pengenalan dan pemahaman system proteksi kebakaran. Hal ini meliputi system deteksi dan alarm kebakaran, system pemadam kebakaran otomatis dan manual, serta sarana penyelamatan dan kelengkapannya. System deteksi dan alarm kebakaran terbagi lagi dalam jenis yakni system deteksi otomatis seperti detector asap/ smoke detector, detector panas/ heat detector, system sprinkler dan system deteksi manual seperti alarm bell dan manual push button (break glass). Dimana system ini merupakan hal yang standar mesti ada di dalam gedung perkantoran sesuai peraturan yang ada. Namun terkadang kondisi di lapangan berbicara lain. System deteksi dan alarm kebakaran sudah terpasang sempurna dan karena perawatan yang tidak rutin maka akhirnya tidak berfungsi saat terjadi kondisi darurat kebakaran. Jadi sudah seharusnya hal ini menjadi perhatian yang penting demi keselamatan kita bersama. System pemadam kebakaran otomatis dan manual terdiri dari system hydrant, sprinkler dan tabung pemadam api. Kita banyak melihat di sekitar jalan – jalan umum atau gedung perkantoran terdapat hydrant. Namun sayangnya, tidak sedikit dari hydrant yang ada tidak berfungsi saat akan digunakan. Alasan klasik biasa menjadi apologi akan hal ini adalah biaya perawatan yang relative besar dan kurangnya personil pelaksana perawatannya. Padahal pada setiap pengadaan peralatan ini pasti disertai anggaran perawatannya sekaligus. Aspek system proteksi kebakaran yang ketiga adalah sarana penyelamatan dan kelengkapannya. Contoh dari sarana penyelamatan adalah tangga darurat. Koridor tiap jalan keluar menuju tangga darurat dilengkapi dengan pintu darurat yang tahan api (lebih kurang 2 jam) dan panic bar sebagai pegangannya sehingga mudah dibuka dari sebelah dalam dan akan tetap mengunci kalau dibuka dari sebelah tangga (luar) untuk mencegah masuknya asap kedalam tangga darurat. Tiap tangga darurat dilengkapi dengan kipas penekan/pendorong udara yang dipasang di atap (Top). Udara pendorong akan keluar melalui grill di setiap lantai yang terdapat di dinding tangga darurat dekat pintu darurat. Rambu-rambu keluar (exit signs) ditiap lantai dilengkapi dengan tenaga baterai darurat yang sewaktu-waktu diperlukan bila sumber tenaga utama padam. Personil tanggap darurat kebakaran Pemanfaatan secara maksimal sarana proteksi kebakaran yang tersedia pada bangunan gedung, dimungkinkan jika tersedia personil yang diorganisasikan dengan baik dan memiliki kemampuan mengendalikan upaya pemadaman kebakaran dan pengevakuasian penghuni gedung pada saat terjadi kebakaran. Organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang dibentuk oleh pengelola dan penghuni gedung dengan sebutan organisasi peran kebakaran/fire warden dan merupakan bagian yang sangat penting di dalam rencana darurat pada bangunan gedung. Adalah tidak mungkin untuk menghubungi atau mengendalikan ribuan orang yang bekerja di dalam gedung-gedung ini, terutama bila terjadi keadaan darurat. Dapat dipastikan bahwa sebagian besar dari mereka tidak pernah membaca peraturan ini apalagi mengingat-ingat apa yang harus dilakukan saat keadaan darurat. Penunjukkan personil tim tanggap darurat kebakaran ini didasarkan oleh pengetahuan, keterampilan dan pelatihan yang dimiliki. Tim tanggap darurat ini memiliki fungsi yang krusial yakni menyelenggarakan pembinaan terhadap penghuni gedung dalam kesiap siagaan menghadapi bahaya kebakaran berdasarkan prosedur rencana tindak darurat yang disusun. Selain itu, tim tanggap darurat inilah yang akan melaksanakan pemadaman tingkat awal saat kebakaran terjadi. Tanggung jawab lain yang diemban oleh tim tanggap darurat ini adalah melaksanakan proses evakuasi seluruh penghuni gedung ke tempat yang aman apabila kebakaran tidak dapat dikendalikan lagi. Fenomena yang kita lihat bersama di media TV nasional saat kebakaran melanda kantor setneg di istana kemarin, Nampak semua orang tidak terorganisir dengan baik dan tidak berfungsinya system protocol tindak darurat kebakaran. Malah peristiwa kebakaran tersebut menjadi tontonan yang sebenarnya tak menarik. Padahal yang semestinya dilakukan adalah semua orang dievakuasi ke tempat yang lebih aman termasuk Bapak Presiden RI dan pejabat – pejabat Negara lainnya. Hal inilah tentunya yang mesti menjadi bahan evaluasi besar terhadap system tanggap darurat kebakaran di istana Negara sendiri. Mungkin salahsatu pembelajaran menarik yang bisa kita adopsi dari film “Olympus has fallen” yang saat ini lagi diputar di bioskop – bioskop tanah air. Dimana saat terjadi kondisi darurat, protocol tindak darurat diberlakukan dan semua orang patuh akan hal tersebut. Namun untuk mendukung itu, semua orang harus diberikan pemahaman akan fungsinya masing – masing jika terjadi kondisi darurat kebakaran dan tetap berada dalam satu komando tim tanggap darurat. Tim keadaan darurat dan tanggung jawab masing – masing personilnya mesti diterapkan dalam melaksanakan prosedur tanggap darurat di bangunan gedung secara konsisten. Salah satu kekurangan yang biasa terjadi adalah ketidak konsistennya kita dalam pelaksanaan di lapangan. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam factor seperti tidak kontinyu melaksanakan praktek simulasi keadaan darurat, kurangnya pembinaan dan pelatihan yang diberikan dan komitmen pimpinan yang setengah hati. Oleh karena itu, dari rangkaian peristiwa kebakaran yang terjadi, kita mesti merubah mindset bahwa kejadian ini bukanlah hal biasa namun sudah jadi bahaya laten yang harus terus menerus diwaspadai. Program pembinaan dan pelatihan tentang kewaspadaan kebakaran harus dilaksanakan secara konsisten dan kontinyu bukan hanya pada peringatan momen – momen tertentu atau yang sifatnya seremonial belaka. Selain itu, Pentingnya system manajemen kebakaran harus sudah jadi hal yang mutlak diimplementasikan di semua gedung – gedung pemerintahan atau pun swasta. Untuk dapat mengimplementasikannya dibutuhkan komitmen yang kuat dan bukan sekedar “lip services”. Salahsatu bentuk komitmennya adalah dengan mengadakan audit keselamatan dan system manajemen kebakaran secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Sehingga output dari system manajemen kebakaran yang kita harapkan yakni tidak terjadi atau berulangnya peristiwa yang sama dapat terwujudkan. Selain itu, jika hal ini telah diterapkan dan dimulai oleh pemerintah, insya Allah masyarakat pun akan terdorong melaksanakan hal yang sama di lingkungannya. Karena dari setiap peristiwa, kita dapat menarik pembelajaran dan hikmah yang pada akhirnya kita tidak perlu seperti keledai yang mesti jatuh kedua kali ke lubang sama baru tersadarkan. catatan : Tulisan ini telah dimuat di TRIBUN KALTIM EDISI RABU - KAMIS/ 27 - 28 MARET 2013

0 comments