Beberapa hari lalu tepatnya 27 Nopember 2013, masyarakat Indonesia kembali heboh dengan aksi mogok nasional para dokter. Aksi ini merupakan wujud reaksi dari vonis 10 bulan penjara yang dijatuhkan pada beberapa dokter ahli kandungan dan kebidanan di kota Manado. Vonis ini diinterpretasikan sebagai bentuk kriminalisasi pada profesi dokter. Aksi mogok nasional para dokter ini sangat menarik perhatian khalayak masyarakat Indonesia. Berbagai macam apresiasi bermunculan mulai yang sifatnya positif maupun negatif. Namun kami pribadi tidak ingin kemudian turut latah dalam memberikan penilaian atau sampai menghakimi apakah tindakan solidaritas kaum dokter tersebut benar atau salah. Kami ingin coba melihat kasus vonis 10 bulan penjara tersebut di atas dari perspektif dan pendekatan lain yakni segi pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan keselamatan pasien di rumah sakit. Mengutip fatwa Hipocrates sekitar 2400 tahun yang lalu yakni :”Primum, Non Nocere” (First, Do No Harm). Fatwa ini mengamanatkan tentang keselamatan pasien yang harus diutamakan. Dari fatwa ini tersirat bahwa keselamatan pasien bukan hal yang baru dalam dunia pengobatan, karena pada hakekatnya tindakan keselamatan pasien itu sudah menyatu dengan proses pengobatan itu sendiri. Namun, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta makin kompleksnya manajemen Rumah Sakit, unsur keselamatan pasien ini agak terabaikan. Olehnya itu, Pemerintah melalui kementerian kesehatan telah menerbitkan peraturan yang mengatur tentang manajemen keselamatan pasien di rumah sakit yakni peraturan menteri kesehatan R.I nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011. Dalam peraturan tersebut, Keselamatan pasien rumah sakit diartikan suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Disamping itu, peraturan tersebut memuat standar – standar keselamatan pasien yang meliputi hak pasien, mendidik pasien dan keluarga, keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan, penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien, peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien dan komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien. Berikut kami coba menguraikan beberapa standar keselamatan pasien yang sekiranya dapat menjadi hal yang sepatutnya diketahui oleh masyarakat sebagai sasaran pelayanan kesehatan. Pertama, Hak pasien. Standarnya adalah Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden. Dimana salahsatu kriterianya adalah Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden. Kedua, mendidik pasien dan keluarga. Standarnya adalah Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur, mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga, mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti, Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan, mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit, memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa. Hal menarik lain dari peraturan di atas adalah sasaran keselamatan pasien yang meliputi pencapaian dari beberapa hal diantaranya Ketepatan identifikasi pasien, Peningkatan komunikasi yang efektif, Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, dan Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi. Lantas kaitannya dengan judul tulisan di atas, kami ingin membahasakan bahwa jika sekiranya seluruh aspek manajemen keselamatan pasien mulai dari standar hingga sasarannya telah dipenuhi maka sepatutnya vonis hukuman yang didapatkan para dokter di Menado tersebut memang dapat diinterpretasikan sebagai suatu tindakan kriminalisasi. Olehnya itu, sebagaimana amanah peraturan tentang keselamatan pasien di atas, Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) wajib dibentuk sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien di rumah sakit. Dimana perannya nanti akan memastikan seluruh standar dan sasaran keselamatan pasien dapat dipenuhi. Selain itu, dapat juga berperan sebagai nara sumber dalam pemberian penjelasan secara benar dan obyektif terhadap kejadian kasus seperti yang dialami oleh para dokter atau tenaga kesehatan lainnya kelak. Sehingga kedepannya kejadian – kejadian kasus serupa tidak akan berulang baik itu yang menimpa para tenaga kesehatan maupun masyarakat sebagai pasien. Penulis : HENDRAWAN SILONDAE, SKM Pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) kota Balikpapan CATATAN : TULISAN INI TELAH DIMUAT DI TRIBUN KALTIM EDISI 2 DESEMBER 2013

0 comments