Pada dasarnya setiap perusahaan mempunyai sistem yang mengelola kinerja operasional baik proses produksi maupun karyawan sebagai pelaku operasi. Banyak diantaranya telah menerapkan sistem manajemen keselamatan kesehatan kerja yang cukup memadai bahkan berstandar internasional. Namun kenyataan di lapangan masih ditemui kecelakaan
akibat kerja yang cukup serius yang tidak jarang berakibat fatal.

Penyebab dasar memang kecenderungan “UnSafe Act dan Unsafe Condition” memegang peranan penting. Hampir 80% Accident disebabkan oleh Human Error, cukup menjadi perhatian serius.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa yang menyebabkan kegagalan pengelolaan sistem adalah mengacu pada kegagalan kita dalam mengelola bahaya – resiko di area kerja. Sebagian besar menyatakan bahwa kami sudah menerapkan standar keselamatan yang cukup tinggi untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Namun kecelakaan kerja masih tinggi dan berulang.



Dari Hierarchy of Risk Control sudah jelas bahwa kita berupaya mencegah kecelakaan dengan melakukan continual improvement dalam hal kita menerapkan pengendalian bahaya-resiko.

1. Hazard Elimination (Re-Design)
2. Hazard Substitution (Process Change)
3. Hazard Engineering Control
4. Risk Engineering Control
5. Administration Control
6. Personal Protective Equipment

Secara mendasar dalam mengelola sistem diupayakan ketergantungan kepada manusia diminimalisasi serendah mungkin. Fenomena dalam proses operasi adalah keterkaitan antara Machine-Interface-Man. Kehandalan kita dalam mengelola bahaya-resiko adalah kemampuan kita dalam meningkatkan pengendalian pada tahap Machine dan Interface Machine-Man. Artinya Tahapan yang diupayakan adalah Hazard Elimination – Hazard Substitution dan Engineering Control.

Kegagalan kita mengelola pada tahap ini biasanya keterbatasan awareness di semua fungsi dan tingkatan dimana kadangkala diperlukan investasi yang cukup signifikan. Akhirnya penerapan pengelolaan keselamatan dititikberatkan pada administrasi control dan penyediaan fasilitas Alat Pelindung Diri. Dengan kata lain metoda “End of Pipe” selalu diterapkan meskipun dalam hal menjaga keselamatan kita.

Satu fenomena menarik bila kita menggantungkan sistem pada manusia adalah bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk melampaui batas atau melanggar aturan yang ada. Bahkan secara ekstrem banyak diantara kita yang menantang maut, luar biasa..

Kecenderungan manusia seperti diatas adalah “Basic Instinct” yang salah. Namun latar belakang pengetahuan yang mendasari argument kita dalam menangani pekerjaan belumlah memadai. Alhasil hanya sebatas analisa logika diri sendiri.

Manusia mempunyai batas toleransi resiko yang berbeda beda antara satu dengan manusia lainnya. Saat melakukan penilaian resiko pun banyak yang mempunyai batas toleransi yang tidak memadai, akhirnya Risk Control yang diterapkan berdasar pada tolak ukur yang bersangkutan sebagai penilai resiko.

Satu tips dalam melakukan Risk Assessment hendaknya seseorang yang mampu memahami tingkat toleransi resiko minimum dan maksimum yang baik (Sensitif). Dengan demikian dia mampu mengakomodasi pengendalian resiko bagi yang mempunyai toleransi rendah hingga tinggi sekalipun.

Dengan kata lain, bila menempatkan Safety Assessment jangan orang yang mempunyai tingkat keberanian tinggi. Agak penakut bisa menjadi pilihan agar kita mendapatkan perlindungan yang barngkali menjurus pada ”Over Protection” (Namun ini hanya tips kecil dan jangan dijadikan acuan).

Sekali lagi bahwa jangan menggantungkan keselamatan kita pada orang lain. Teruslah dipertajam ”Safety Instinct” agar terbentuk ”Excellent Safety Behavior”yang akan mengurangi tingkat kecelakaan di area kerja.

0 comments